Longsorlahan
(landslides) secara geomorfologis termasuk kedalam kategori pergerakan massa
(mass movement). Umumnya longsorlahan terjadi di daerah berbukit dan merupakan
proses degradasi secara alami (Van Westen, 1994). Faktor pentebab longsorlahan
dapat bermacam-macam, misal curah hujan ekstrrim, gempabumi, erupsi gunung
berapi, dan perubahan penggunaan lahan (Chang-Jo et al. 1995), adapun
longsorlahan dapat berisiko jika material longsor menyebabkan hilangnya nyawa
atau kerugian material.
Menurut data kejadian
kebencanaan BNPB (2014) kejadian longsorlahan di Indonesia menempati urutan
setelah ketiga bencana banjir dan kekeringan. Hal ini menyiratkan bahwa perlu
adanya penanganan khusus terhadap bencana longsorlahan. Dalam setiap kegiatan
mitigasi bencana sangat penting untuk mengetahui sebaran keruangan bencana,
oleh karena itu diperlukan kegiatan pemetaan.
Pemetaan bahaya
longsorlahan sudah banyak dilakukan diberbagai tempat oleh para peneliti,
sehingga metode pemetaan bahaya longsorlahan sangat bervariasi. Umumnya
digunakan pemodelan spasial untuk pemetaan longsorlahan. Salah satu pemodelan
ini dikembangkan oleh Hadmoko, et al. (2010), yang menggunakan lima parameter
untuk menentukan bahaya longsorlahan yaitu : bentuklahan, lereng, geologi,
jenis tanah, dan penggunaan lahan. Pemodelan dilakukan dengan menggunakan
perhitungan pada setiap parameter dimana pembobotan dilakukan berdasarkan
penilaian ahli (expert judgements).
Pemetaan
bahaya longsorlahan menggunakan analisis tumpangsusun untuk mendapatkan peta
satuan lahan, dengan formula penentuan Lendslide Hazard Index (LHI) sebagai
berikut : LHI = (0,36Landf)+(0,36Slope)+(0,07Geol)+(0,14Soil)+(0,07Lu). Dimana
Landf : bentuklahan, Slope : lereng, Geol : geologi, Soil : jenis tanah, Lu :
penggunaan lahan. Pemetaan bahaya longsorlahan dikelaska menjadi tiga kelas
(rendah, sedang, tinggi) dengan pengkelasan menggunakan rumus interval = sekor
tertinggi–sekor terendah/jumlah kelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar